Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal oleh umat muslim di seluruh dunia masih lekat hingga kini. Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri pertama kali diadakan pada abad IV Hijriah oleh Dinasti Fathimiyyun di Mesir.
Penetapan peringatan pertama Maulid Nabi Muhammad SAW tersebut diungkap Al Maqrizy ahli sejarah islam yang dituangkan dalam bukunya Al Khutath, yang dijelaskan Dynasti Fathimiyyun yang pertama kali menyelenggarakan Maulid Nabi Muhammad SAW, diketahui sebagai dinasti yang berkuasa saat itu.
Dynasti Fathimiyyun mampu menyelenggarakan Maulid Nabi Muhammad SAW karena dinasti ini telah menguasai mesir sejak tahun 362 H dengan raja pertamanya Al Muiz lidinillah. Raja Al Muiz bahkan dikenal sebagai penguasa yang tak hanya menetapkan perayaan dari Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW saja.
Di awal menguasai mesir, raja dynasti Fathimiyyun ini telah membuat enam perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa. Sejak itulah raja penguasa mesir ini dan keturunan yang menjadi penguasa dari dinasti Fathimiyyun terus menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW hingga saat ini.
Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia
Sejarah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia sendiri tak lepas dari peran para Wali Songo yang hingga kini diyakini sebagai para tokoh penyebar agama Islam di tanah air. Sembilan orang wali Allah SWT ini turut diperingati sekira tahun 1404 masehi dimana peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dijadikan untuk menarik masyarakat terhadap ajaran agama Islam kala itu.
Penyebaran para Wali Songo yang banyak dilakukan di pulau jawa juga turut dileburkan dengan budaya jawa hingga beberapa wilayah di pulau jawa sering menyebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai Gerebeg Mulud. Penamaan tersebut tak lepas dari cara perayaan para masyarakat yang sering menggelar upacara nasi pegunungan.
Hingga kini peringatan Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri masih terus dilakukan oleh umat muslim di tanah air setiap tahunnya. Peringatan biasanya dilakukan dengan membaca manakib Nabi Muhammad dalam kitab Maulid Barzanji, Maulid Sumtud Dhurar, Saroful Anam serta bacaan lainnya.
Uniknya kebiasaan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, seluruh umat muslim yang telah membaca manakib tersebut akan disajian berbagai santapan khas yang hanya ada di peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, salah satu makanan khasnya yakni nasi kebuli dengan daging kambing.
Perayaan sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi kebahagian bagi umatnya, yang hingga kini menjadi umat yang ditolong dari kegelapan menuju terang benderang. Selain itu umat muslim di Indonesia juga mentauladini Rasulullah baik jalan hidup dan tuntunan yang disampaikannya kepada umatnya di dunia kini.
Dalil Maulid Nabi Muhammad SAW
Peringatan sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW diartikan sebagai kegembiraan bagi umat Islam, umat yang diyakini telah ditolong nabi Muhammad SAW dari kegelapan. Berkat kelahiran nabi Muhammad SAW umat muslim saat ini memiliki hari besar lain dalam Islam
Tanpa adanya sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW maka tidak akan ada perayaan Nuzulul Quran, Isra Mikraj dan hari besar Islam lainnya. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sendiri dalam dalil juga diperkuat diantaranya hadis shahih Imam Muslim yang disebutkan ketika Nabi Muhammad SAW ditanya mengapa puasa di hari senin dan menjawab bahwa itu hari lahirnya itulah nash yang paling jelas dinilai diperbolehkannya peringatan Maulid nabi.
Penguatan lain diantaranya perintah Allah SWT untuk bersalawat yang terdapat pada surah Al-Ahzab:56, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.”
Peringatan Maulid Nabi juga bisa didasarkan atas hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud. “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah.”
Baik buruknya suatu peringatan yang bisa menimbulkan polemik umat, sangat tergantung dari keyakinan. Imam Syafi’i mengatakan suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan kitabullah, sunnah dan ijmak dinilai terpuji. Sesunggnya tidak semua bid’ah itu haram. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan lembaran Alquran yang dilakukanSayyidina Umar, Abu Bakar Utsman dan Zaid.